Berikut ini beberapa contoh kasus kejahatan yang terjadi di dunia maya :
Kasus 1 :
Tiga warga negara Afrika ditangkap karena melakukan penipuan. Mereka beraksi dengan modus memberitahu korbannya mendapat hadiah sebesar USD 1 juta dari program baru dengan nama Beta Yahoo.Â
Korban, Drs. M Oda Sugarda yang tergiur dengan hadiah tersebut mau saja mentransfer uang sebesar Rp 462 juta. Komplotan penipu beralasan uang tersebut untuk biaya pengurusan bank, notaris, pengacara dan asuransi.
"Setelah korban mentransfer sejumlah uang, hadiah yang dijanjikan belum pernah diterima oleh korban," ujar Kasubdit Cyber Crime AKBP Audie S. Latuheru kepada wartawan, Selasa (20/3).
Menurut Audie, pada 4 Maret lalu, tiga pelaku menghubungi Oda untuk membicarakan penyerahan cash box berisi hadiah yang dijanjikan. Mereka bersepakat bertemu di sebuah Mal of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Dia janjian untuk menyerahkan sisa hadiah yang dijanjikan, ternyata setelah ngomong-ngomong pelaku tidak menyerahkan cash box. Korban curiga memberitahukan ke sekuriti, lalu pelaku dibawa ke Polsek Kelapa Gading," jelas Audie.
Pengakuan para tersangka kata Audie, para pelaku melakukan penipuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka saja. Dari hasil pengembangan polisi menyita 3 buah handphone, 2 buah laptop, 1 brangkas berisi dollar palsu, 1 bendel dokumen dan sertifikat palsu, 1 brangkas dilapisi lakban yang berisi diduga uang dolar palsu.
Tiga tersangka, AO alias DV (WN Nigeria), ET alias MB (WN Nigeria) dan EMBG alias JPT (WN Kamerun) dijerat pasal 378 KUHP dan atau pasal 28 ayat (1) Junto Pasal 45 ayat (2) UU No: 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman paling 6 tahun penjara.
"Satu lagi orang, DW masih DPO," tandasnya.
Korban, Drs. M Oda Sugarda yang tergiur dengan hadiah tersebut mau saja mentransfer uang sebesar Rp 462 juta. Komplotan penipu beralasan uang tersebut untuk biaya pengurusan bank, notaris, pengacara dan asuransi.
"Setelah korban mentransfer sejumlah uang, hadiah yang dijanjikan belum pernah diterima oleh korban," ujar Kasubdit Cyber Crime AKBP Audie S. Latuheru kepada wartawan, Selasa (20/3).
Menurut Audie, pada 4 Maret lalu, tiga pelaku menghubungi Oda untuk membicarakan penyerahan cash box berisi hadiah yang dijanjikan. Mereka bersepakat bertemu di sebuah Mal of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
"Dia janjian untuk menyerahkan sisa hadiah yang dijanjikan, ternyata setelah ngomong-ngomong pelaku tidak menyerahkan cash box. Korban curiga memberitahukan ke sekuriti, lalu pelaku dibawa ke Polsek Kelapa Gading," jelas Audie.
Pengakuan para tersangka kata Audie, para pelaku melakukan penipuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka saja. Dari hasil pengembangan polisi menyita 3 buah handphone, 2 buah laptop, 1 brangkas berisi dollar palsu, 1 bendel dokumen dan sertifikat palsu, 1 brangkas dilapisi lakban yang berisi diduga uang dolar palsu.
Tiga tersangka, AO alias DV (WN Nigeria), ET alias MB (WN Nigeria) dan EMBG alias JPT (WN Kamerun) dijerat pasal 378 KUHP dan atau pasal 28 ayat (1) Junto Pasal 45 ayat (2) UU No: 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman hukuman paling 6 tahun penjara.
"Satu lagi orang, DW masih DPO," tandasnya.
Kasus 2 :
Penyidik FBI berterimakasih kepada Facebook karena berhasil mengungkap kejahatancyber yang telah menipu jutaan orang di seluruh dunia.
Kasus yang telah menyerang sebelas juta komputer dan merugikan korban sebesar USD 850 juta atau Rp 8,2 trilyun ini pertama kali diketahui terjadi pada tahun 2010 hingga bulan Oktober 2012 kemarin, ulas NBC News (12/12). Modusnya adalah menyerang komputer korban di seluruh dunia dan mencuri data rekening pribadi mereka.
Berkat bantuan Facebook, FBI berhasil menangkap sepuluh orang yang diindikasikan terlibat dalam sindikat ini. Mereka berasal dari Bosnia dan Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Selandia Baru, Peru, Britania Raya, dan Amerika Serikat.
Kasus ini pertama kali ditemukan oleh Tim Keamanan Data Facebook dan FBI. Mereka menemukan sebuah software berbahaya bernama Yahos yang mencoba mencuri kartu kredit, nomor rekening dan data pribadi jutaan orang. Setelah diidentifikasi oleh tim Facebook, dapat ditemukan pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan ini.
Saat ini cybercrime menjadi tren kejahatan baru di dunia seiring dengan berkembangnya pemakaian komputer dan perangkat elektronik. Terlebih, tiap hari banyak terjadi transaksi yang dilakukan via online, hal ini memicu pihak berwajib untuk membuat regulasi demi menjamin keamanan di dunia maya.
Kasus yang telah menyerang sebelas juta komputer dan merugikan korban sebesar USD 850 juta atau Rp 8,2 trilyun ini pertama kali diketahui terjadi pada tahun 2010 hingga bulan Oktober 2012 kemarin, ulas NBC News (12/12). Modusnya adalah menyerang komputer korban di seluruh dunia dan mencuri data rekening pribadi mereka.
Berkat bantuan Facebook, FBI berhasil menangkap sepuluh orang yang diindikasikan terlibat dalam sindikat ini. Mereka berasal dari Bosnia dan Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Selandia Baru, Peru, Britania Raya, dan Amerika Serikat.
Kasus ini pertama kali ditemukan oleh Tim Keamanan Data Facebook dan FBI. Mereka menemukan sebuah software berbahaya bernama Yahos yang mencoba mencuri kartu kredit, nomor rekening dan data pribadi jutaan orang. Setelah diidentifikasi oleh tim Facebook, dapat ditemukan pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan ini.
Saat ini cybercrime menjadi tren kejahatan baru di dunia seiring dengan berkembangnya pemakaian komputer dan perangkat elektronik. Terlebih, tiap hari banyak terjadi transaksi yang dilakukan via online, hal ini memicu pihak berwajib untuk membuat regulasi demi menjamin keamanan di dunia maya.
Kasus 3 :
Direktorat III Tindak Pidana Umum (Tipidum) Bareskrim Polri menangkap 63 warga negara asing (WNA) asal Taiwan dan China terkait penipuan online. Mereka ditangkap di tiga wilayah berbeda yaitu 40 orang di Medan, 16 orang di Bali, dan 7 orang di Jakarta.
Penangkapan lain juga terjadi di Jakarta yakni di Apartemen Pesona Bahari, Sawah Besar, Jakarta Pusat dan Apartemen Mediterania Marina Ancol, Jakarta Utara, Rabu (19/12) sore.
"Penangkapan dilakukan bersamaan di tiga wilayah," kata Kepala Subdit III AKBP Cahyono Wibowo, Kamis (20/12).
Menurutnya, penipuan online yang dilakukan para tersangka diketahui dari informasi yang diberikan pihak kepolisian China kepada Polri. Para pelaku telah menetap di Indonesia sejak 2 hingga 3 tahun lalu.
"Namun ada juga yang beberapa kali secara intens keluar masuk ke Indonesia," lanjutnya.
Para pelaku yang ditangkap di Jakarta langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk didata dan dimintai keterangan oleh penyidik yang didampingi penerjemah.
Sementara mereka yang ditangkap di Bali dan Medan, didata di wilayah tersebut untuk kemudian dilaporkan ke pihak Imigrasi untuk dideportasi.
Penangkapan lain juga terjadi di Jakarta yakni di Apartemen Pesona Bahari, Sawah Besar, Jakarta Pusat dan Apartemen Mediterania Marina Ancol, Jakarta Utara, Rabu (19/12) sore.
"Penangkapan dilakukan bersamaan di tiga wilayah," kata Kepala Subdit III AKBP Cahyono Wibowo, Kamis (20/12).
Menurutnya, penipuan online yang dilakukan para tersangka diketahui dari informasi yang diberikan pihak kepolisian China kepada Polri. Para pelaku telah menetap di Indonesia sejak 2 hingga 3 tahun lalu.
"Namun ada juga yang beberapa kali secara intens keluar masuk ke Indonesia," lanjutnya.
Para pelaku yang ditangkap di Jakarta langsung dibawa ke Bareskrim Polri untuk didata dan dimintai keterangan oleh penyidik yang didampingi penerjemah.
Sementara mereka yang ditangkap di Bali dan Medan, didata di wilayah tersebut untuk kemudian dilaporkan ke pihak Imigrasi untuk dideportasi.
Kasus 4 :
Para nasabah Bank Central Asia (BCA) di Kuta, Bali, resah bukan
kepalang. Uang di rekening mereka berkurang tanpa melakukan transaksi
sebelumnya. Polisi tengah menyelidiki kasus ini.
Kapolsek Kuta AKP Dody Prawira Negara melalui telepon Selasa (19/1/2010) mengatakan 3 nasabah BCA Kuta melapor ke Polsek Kuta. Kemudian bertambah lagi hingga total ada 10 orang nasabah BCA yang kehilangan uang tanpa proses transaksi. Selain di Kuta, kasus serupa juga menimpa nasabah BCA di Denpasar.
Hilangnya uang tersebut diketahui saat nasabah tersebut akan bertransaksi di BCA Kuta. "Uang tabungan saya berkurang padahal tidak melakukan transaksi," kata seorang nasabah yang enggan disebutkan namanya.
Jumlah uang nasabah yang lenyap diperkirakan mencapai puluhan juta. Uang nasabah yang lenyap antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. Lenyapnya uang nasabah diduga terjadi secara serentak, hanya dalam rentang waktu antara 16-19 Januari 2010.
Polisi kini tengah menyelidiki kasus lenyapnya uang yang meresahkan para nasabah BCA. Pihak BCA pun belum memberikan konfirmasi terkait pengaduan nasabahnya. "Kita meminta bantuan cyber crime Polda Bali untuk melakukan penyelidikan," ujar Dody.
Kapolsek Kuta AKP Dody Prawira Negara melalui telepon Selasa (19/1/2010) mengatakan 3 nasabah BCA Kuta melapor ke Polsek Kuta. Kemudian bertambah lagi hingga total ada 10 orang nasabah BCA yang kehilangan uang tanpa proses transaksi. Selain di Kuta, kasus serupa juga menimpa nasabah BCA di Denpasar.
Hilangnya uang tersebut diketahui saat nasabah tersebut akan bertransaksi di BCA Kuta. "Uang tabungan saya berkurang padahal tidak melakukan transaksi," kata seorang nasabah yang enggan disebutkan namanya.
Jumlah uang nasabah yang lenyap diperkirakan mencapai puluhan juta. Uang nasabah yang lenyap antara Rp 1 juta hingga Rp 5 juta. Lenyapnya uang nasabah diduga terjadi secara serentak, hanya dalam rentang waktu antara 16-19 Januari 2010.
Polisi kini tengah menyelidiki kasus lenyapnya uang yang meresahkan para nasabah BCA. Pihak BCA pun belum memberikan konfirmasi terkait pengaduan nasabahnya. "Kita meminta bantuan cyber crime Polda Bali untuk melakukan penyelidikan," ujar Dody.
Kasus 5 :
Tak jarang warga negara asing nekat berbuat ulah di negeri yang bukan
tanah airnya. Salah satu contoh kasus yang sering terjadi adalah
kejahatan seksual pada anak-anak, seperti yang baru saja terjadi di
India.
Polisi bagian cyber di wilayah Chennai, India, sukses meringkus Will Heum, seorang pria berkebangsaan Belanda. Pria ini terbukti mengunggah (upload) materi pornografi anak di internet, saat sedang berada di rumahnya.
Tersangka sebelumnya sudah terjerat kasus pelecehan anak-anak yang dilakukannya pada penghuni panti asuhan miliknya. Setelah dibebaskan dari hukuman kurungan, Heum ternyata tak kapok melakukan tindak kriminal, termasuk mengkoleksi material porno para bocah.
Gerak-gerik tersangka di dunia maya pertama kali diendus oleh Child Exploitation Online Protection Centre, pusat penanganan pornografi anak yang berbasis di Jerman. Lembaga itu pun menghubungi Interpol dan akhirnya, Heum diringkus kepolisian Chennai.
Akibat tindakannya tersebut, tersangka terancam hukuman sampai 7 tahun penjara. Demikian dilansir Timesofindia dan dikutip detikINET, Senin (9/11/2009).
Polisi bagian cyber di wilayah Chennai, India, sukses meringkus Will Heum, seorang pria berkebangsaan Belanda. Pria ini terbukti mengunggah (upload) materi pornografi anak di internet, saat sedang berada di rumahnya.
Tersangka sebelumnya sudah terjerat kasus pelecehan anak-anak yang dilakukannya pada penghuni panti asuhan miliknya. Setelah dibebaskan dari hukuman kurungan, Heum ternyata tak kapok melakukan tindak kriminal, termasuk mengkoleksi material porno para bocah.
Gerak-gerik tersangka di dunia maya pertama kali diendus oleh Child Exploitation Online Protection Centre, pusat penanganan pornografi anak yang berbasis di Jerman. Lembaga itu pun menghubungi Interpol dan akhirnya, Heum diringkus kepolisian Chennai.
Akibat tindakannya tersebut, tersangka terancam hukuman sampai 7 tahun penjara. Demikian dilansir Timesofindia dan dikutip detikINET, Senin (9/11/2009).
Sumber :
http://www.merdeka.com/tag/c/cyber-crime/index.html
http://inet.detik.com/read/2009/11/09/071359/1237737/398/penjahat-seks-online-belanda-beraksi-di-india
http://news.detik.com/read/2010/01/19/170809/1281805/10/puluhan-juta-uang-nasabah-bca-di-bali-lenyap-misterius