22 March, 2012

Mengapa Ada RSBI?

Direktur Jenderal Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Suyanto yang dihadirkan sebagai pihak yang mewakili pemerintah dalam sidang uji materi Pasal 50 Ayat (3) UU Sistem Pendidikan Nasional terkait Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Selasa (6/3/2012), di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat. Dalam keterangannya, Suyanto memaparkan alasan serta tujuan penyelenggaraan RSBI.

Suyanto mengatakan bahwa RSBI bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang melampaui standar nasional pendidikan. Menurutnya, hal itu dimaksudkan agar lulusan RSBI memiliki daya saing tinggi, termasuk kemampuan berkomunikasi dalam bahasa asing.

Alasan itulah yang mendasari mengapa Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional mengatur pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan minimal satu satuan pendidikan pada semua jenjang untuk dikembangkan menjadi RSBI. Menurut ia, RSBI itu untuk mencetak lulusan di atas standar nasional.

Ia juga menambahkan, bila dilihat dari aspek mutu, sekolah di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis. Ada sekolah dengan mutu di bawah standar yang disebut dengan sekolah standar pelayanan minimal (SPM), sekolah yang memenuhi standar disebut sekolah standar nasional (SSN), dan sekolah yang mutunya melebihi standar nasional pendidikan disebut dengan sekolah bertaraf internasional. Adapun RSBI adalah sekolah rintisan yang dikembangkan menjadi SBI.

Ia mengatakan RSBI/SBI menggunakan kurikulum nasional yang dikembangkan dan diperkaya menjadi kurikulum bertaraf internasional.

Seperti diberitakan, eksistensi keberadaan RSBI terus menuai perdebatan. Beberapa waktu lalu Koalisi Anti-Komersialisasi Pendidikan meminta MK untuk melakukan judicial review terhadap UU Sisdiknas. Permohonan tersebut didasari alasan bahwa satuan RSBI bertentangan dengan semangat dan kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan dualisme sistem pendidikan di Indonesia.

Saat ini sidang telah memasuki pleno yang pertama. Ketua MK Mahfud MD yang menjadi pimpinan sidang hari ini menyatakan, sidang lanjutan akan kembali digelar pada Selasa (20/3/2012), dengan agenda mendengarkan saksi ahli dan pemohon.

http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/06/14142137/Mengapa.Ada.RSBI.

Waspadai Dampak Kenaikan Suhu Global

Kenaikan suhu global membawa dampak bagi kehidupan manusia. Tidak hanya mengancam kemerosostan ekonomi, kenaikan suhu global juga dapat berdampak buruk pada kesehatan manusia.

Persoalan ini dipaparkan dalam peluncuran program Green Map di Kampus UI, Depok, Jumat (2/3/2012). Hadir dalam acara tersebut Duta Besar Inggris Mark Canning dan Rektor UI Gumilar R. Somantri.

Kegiatan yang diikuti lebih dari 300 peserta dari berbagai universitas di Jakarta ini menghadirkan pembicara dari Dewan Nasional Perubahan Iklim serta tim UK Climate Change Unit di Indonesia.

Green Map ini menggambarkan bagaimana dampak dari kenaikan suhu global sebesar 4 derajat di Asia Tenggara. Di Indonesia, hal ini dapat menyebabkan lima juta orang yang menggantungkan diri pada perikanan akan kehilangan hasil tangkapannya. Kenaikan suhu tersebut menyebabkan suhu laut menjadi lebih panas yang berujung pada penurunan potensi hasil tangkapan perikanan.

Dalam bidang pertanian, seperti jagung dan padi, suhu 4 derajat tersebut telah menyebabkan penurunan produksi lima persen akibat kekeringan dan meningkatnya potensi intrusi air asin pada pertanian pesisir yang rentan akibat naiknya permukaan laut.

Dalam bidang kesehatan, kenaikan suhu global tersebut telah mendorong banyaknya kasus penyakit yang berhubungan dengan panas, termasuk stress, stroke, dan gangguan kardiovaskular.

Tidak hanya itu, penyakit dengan vector seperti demam berdarah dan malaria juga mengalami perubahan lokasi serangan dan durasi penularan yang lebih lama. Tentu saja segala potensi bencana tersebut dapat kita hindari, bila seluruh komponen masyarakat bekerja keras untuk mereduksi dengan melakukan gerakan hidup hijau yang ramah lingkungan.

http://sains.kompas.com/read/2012/03/02/18280967/Waspadai.Dampak.Kenaikan.Suhu.Global

Mutu RSBI Tak Lebih Istimewa dari Reguler

Berdasarkan evaluasi terhadap sekolah rintisan sekolah bertaraf internasional, tidak ditemukan perbedaan signifikan mutu sekolah RSBI dengan sekolah reguler. Untuk beberapa skor, termasuk Bahasa Inggris, siswa dan guru di sekolah reguler bahkan lebih unggul.

Pada jenjang SMP, skor Bahasa Inggris siswa RSBI 7,05, sedangkan siswa reguler 8,18. Skor guru Bahasa Inggris di SMP 6,2, di atas guru RSBI 5,1. Ini juga terjadi pada guru Bahasa Inggris jenjang SMA. Evaluasi dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

S Hamid Hasan, ahli evaluasi dari Universitas Pendidikan Indonesia, yang dihubungi, Jumat (17/2), mengatakan, dengan skor 0-9, perbedaan skor siswa dan guru RSBI dengan sekolah reguler yang berselisih maksimal 1 poin belum menggambarkan peningkatan mutu berarti. ”Secara rata-rata, kemampuan RSBI tak berarti lebih baik dari sekolah reguler yang unggul,” katanya. Jika sekolah reguler diberi fasilitas baik, lanjut Hamid, guru yang kompeten pun bisa mengangkat kualitas sekolah tanpa status RSBI. ”Untuk apa pemerintah menciptakan perbedaan- perbedaan dalam pendidikan lewat RSBI,” katanya.

Skor evaluasi

Pada tingkat SD, skor Matematika, Sains, dan Bahasa Inggris siswa RSBI dan reguler tak jauh beda. Selisih tertinggi 1,15 pada Bahasa Inggris. Yang lain, selisih skornya di bawah 1. Kemampuan guru kelas SD RSBI dan reguler hanya selisih 0,3 poin. Pada tingkat SMP, nilai Bahasa Inggris siswa reguler 8,18, sedangkan RSBI 7,05. Bahkan, nilai guru Bahasa Inggris sekolah reguler lebih tinggi daripada RSBI. Pada jenjang SMA, nilai RSBI lebih baik. Bedanya di atas 1,0 lebih untuk Bahasa Inggris, Matematika, Biologi, dan Fisika. Nilai Bahasa Inggris RSBI 7,76, sedangkan reguler 6,63.

Namun, nilai guru Bahasa Inggris sekolah reguler 3,7, di atas RSBI 3,5. Guru SMA reguler juga unggul pada skor pelajaran Fisika, Biologi, dan Bahasa Inggris. Kemampuan pedagogi guru juga tak jauh beda. Bahkan, di SD, skor pedagogi guru sekolah reguler lebih unggul. Jenjang SMP selisihnya kecil.

Ketua Ikatan Guru Indonesia Satria Dharma mengatakan, dari hasil evaluasi pemerintah, mutu RSBI tak berbeda jauh dari sekolah reguler. ”Berarti ada yang salah dalam prosesnya. Pemerintah tak paham mutu RSBI.” Menurut Satria, paksaan kepada guru untuk mengajar dalam bahasa Inggris bisa jadi salah satu penyebab. Guru tertekan dan tak bebas menyampaikan materi.

Menurut Retno Lisyarti, guru SMA RSBI di Jakarta, pemerintah tak mampu membangun kapasitas guru untuk sekolah bermutu. Dana ke sekolah RSBI untuk peningkatan sarana, kegiatan, honor guru, dan membayar pengajar asing yang mahal. (ELN)

http://edukasi.kompas.com/read/2012/02/18/02373212/Mutu.RSBI.Tak.Lebih.Istimewa.dari.Reguler.

Berprestasi di Gedung Sekolah Reyot

Bangunan tua beratap seng karatan dengan dinding ”bebak” terletak persis di sisi jalan utama Desa Mota Ulun, Kecamatan Malaka Barat, Belu, Nusa Tenggara Timur. Setiap pelintas jalan utama di depan sekolah itu tahu kondisi sekolah tersebut, tetapi tak ada tindakan. Gedung SMA Katolik Besikama, Belu, itu sudah reyot dan tidak layak pakai.

Bentuk bangunan sudah miring ke sebelah kanan dan nyaris tumbang. Bagian dalam ruang kelas berantakan. Tak ada sekat pemisah antara ruang kelas yang satu dan ruang kelas lain, kecuali papan tripleks setinggi 1 meter, yang sebagian besar sudah hancur. Papan tulis sebagian sudah sobek dan berlubang. Seluruh ruangan tampak reyot, tidak ada plafon sehingga bunyi hujan begitu terasa dan pada musim kemarau sangat panas (gerah).

Kursi meja yang seharusnya 40-50 tempat duduk hanya tersedia 20-30 unit. Itu pun sudah miring, patah, dan tidak ada sandaran punggung. Sebagian siswa terpaksa menulis di lantai atau menggunakan tempat duduk dan landasan menulis seadanya. Lantai bangunan langsung tanah kosong. Hanya disirami batu kerikil dan pasir halus. Ketika banjir akibat daerah aliran sungai Benanain, Malaka Barat, meluap, seluruh ruangan tergenang air. Sekolah pun libur sampai menunggu air kering.

Tidak hanya ruang kelas, seluruh halaman sekolah bahkan seluruh bangunan sekolah juga terendam air banjir Benanain saat meluap. Dinding bangunan dari bebak, tulang daun dari pohon gewang, terendam air dan mulai lapuk. Padahal, bebak termasuk bahan bangunan yang bertahan sampai ratusan tahun. Meski sedang tidak hujan (kering), sebagian areal halaman sekolah itu tergenang air berlumpur. Bahkan, beberapa bagian dinding bangunan tampak berlumut akibat luapan banjir Benanain.

Sekolah itu dibangun Yayasan Katolik Keuskupan Atambua, Belu, pada 2002 dengan tujuan membantu menampung lulusan SMPN dari Kecamatan Malaka Barat. Sebelumnya, anak-anak lulusan dua SMPN dari Kecamatan Malaka Barat mengikuti pendidikan SMAN di Kecamatan Malaka Tengah, 10 kilometer dari Malaka Barat.

Kepala SMA Katolik Sta Maria Ratu Rosari Besikama, Kabupaten Belu, Thomas Bere di Desa Mota Ulun, 95 kilometer dari Atambua, Senin (20/2), mengatakan, kebetulan wartawan datang ke sekolah itu sedang tidak hujan meski musim hujan. Sudah dua pekan terakhir wilayah tersebut kering dan menyisakan sejumlah titik genangan (kubangan air) mirip danau di sejumlah tempat. Saat musim hujan, seluruh bangunan ini digenangi air. Sekolah terpaksa diliburkan sampai menunggu air surut. ”Meski serba kekurangan, kami tetap bekerja maksimal untuk berprestasi. Kami memanfaatkan semua sarana dan prasarana yang ada seefektif mungkin,” kata Bere.

Lulusan SMA Katolik itu sudah memasuki angkatan keenam. Persentase kelulusan tiga tahun terakhir masing-masing 100 persen (2011), 100 persen (2010), dan 95 persen (2009) dengan jumlah peserta ujian nasional 118, 123, dan 121 siswa. Tahun 2007, sekolah itu mengikuti ujian nasional di SMAN Malaka Tengah, 10 kilometer dari Malaka Barat. Namun, sejak 2008, SMA Katolik Sta Maria Ratu Rosari menyelenggarakan ujian nasional sendiri sesuai keputusan Dinas Pendidikan Kabupaten Belu.

Jumlah keseluruhan siswa di SMA itu 326 orang, tertampung dalam tujuh ruangan belajar. Kelas III paralel A, B, C masing-masing dengan rombongan belajar 30-40 orang. Kelas I dan kelas II masing-masing paralel A-B saja dengan jumlah siswa 40-50 orang. Setelah naik kelas III, dibagi menjadi kelas III A, B, dan C.

Sebanyak 14 guru yayasan mengajar di sekolah tersebut dan hanya ada dua guru PNS. Dari 14 guru yayasan itu, yang sudah disertifikasi sebanyak lima guru, termasuk kepala sekolah. Guru yayasan diberi honor Rp 500.000-Rp 1 juta per bulan, tergantung dari masa mengajar. Pihak yayasan meminta kepada dinas pendidikan setempat agar para guru swasta itu diangkat menjadi pegawai negeri, tetapi sampai saat ini belum terealisasi.

Pemerintah telah membangun satu unit SMAN Malaka Barat dan dua unit SMAN jarak jauh di wilayah itu pada 2007. Namun, kebanyakan siswa lulusan SMPN lebih memilih SMA Katolik Ratu Rosari. Lamber Klau Nahak (45), wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana ajar, mengatakan, kesulitan yang dihadapi sekolah itu tidak hanya menyangkut gedung sekolah yang sudah reyot, tetapi juga buku-buku pelajaran nasional yang menjadi sasaran ujian nasional, seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Fisika, Kimia, Sosiologi, Geografi, dan Ekonomi. Tahun 2010, sekolah itu mendapat bantuan buku-buku tersebut dari provinsi, tetapi pada tahun 2011 dan 2012 tidak ada lagi.

Terkait gedung yang tak layak pakai dan kesulitan buku pelajaran, Klau mengatakan, pihaknya sudah berulang kali menyampaikan permohonan bantuan kepada Gubernur NTT, anggota DPR, Farry Francis dan Jefri Riwu Kore, serta anggota DPRD NTT yang berkunjung melihat bencana banjir Benanain, tetapi tidak satu pejabat pun merespons. ”Mereka hanya janji, tetapi sampai hari ini tidak ada yang bersedia membantu. Mungkin karena ini sekolah swasta sehingga tidak ada perhatian pemerintah. Namun, sekolah ini, meski di tengah keterbatasan yang ada, telah menghasilkan lulusan yang tidak kalah dari lulusan SMA di Kota Kupang atau Atambua,” kata Klau.

Anton Nahak (56), tokoh masyarakat Mota Ulun, mengatakan, pemerintah sering gagal mengelola sekolah di pedalaman kecuali swasta. Namun, pemerintah merasa gengsi memberikan bantuan kepada sekolah swasta. Sekolah swasta juga berkarya mencerdaskan generasi muda ke depan, bukan hanya sekolah negeri.

”Guru-guru negeri yang tumpuk di kota sebaiknya dikirim ke pedalaman seperti di Mota Ulun ini. Di sini, kami sangat butuh guru negeri sehingga dapat meringankan beban yayasan yang ada, sekaligus membantu orangtua siswa,” kata Nahak.

Yeni Klau Seran (15), siswa SMA setempat, meminta pemerintah membantu membangun sekolah tersebut. Jumlah siswa terus meningkat setiap tahun, tetapi ruang kelas sangat terbatas. Yeni adalah siswa teladan di sekolah itu.

Sekretaris Camat Malaka Barat Yohanes Seran mengatakan, gedung yang sedang dibangun di belakang SMA Katolik itu dibangun yayasan. Namun, yayasan Katolik juga mendapat dana alokasi khusus dari Pemerintah Kabupaten Belu dan dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. ”Kondisi sekolah seperti itu karena kepala sekolah tidak memberikan masukan atau laporan kepada dinas pendidikan. Jika ada laporan, tentu pemerintah sudah melakukan rehabilitasi gedung,” kata Seran.

http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/22/07252260/Berprestasi.di.Gedung.Sekolah.Reyot

Rata-rata Hasil Uji Kompetensi Guru Masih Rendah

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) baru saja melansir hasil Uji Kompetensi Awal (UKA) guru 2012. Dari situ diketahui jika hasil rata-rata UKA guru secara nasional masih rendah. Mendikbud Mohammad Nuh membeberkan, hasil rata-rata UKA 2012 yaitu 42,25 dengan nilai tertinggi 97,0 dan nilai terendah 1,0. Dikatakannya, hasil rata-rata UKA itu mencakup seluruh peserta (guru) dari jenjang TK sampai jenjang SMA.

"Itu faktanya, itu petanya, itulah mengapa pendidikan guru tidak boleh berhenti," kata Nuh kepada para wartawan, di gedung Kemdikbud, Jakarta, Jumat (16/3/2012).

Lebih jauh ia menjelaskan, pendaftar UKA 2012 mencapai 285.884. Akan tetapi, hanya 281.016 (98 persen) peserta yang mengikuti UKA, sedangkan sisanya, 4.868 (1,70 persen) batal mengikuti UKA dengan berbagai alasan.

Seperti diberitakan, tahun ini Kemdikbud bertekad memberikan sertifikasi kepada 250 ribu guru. Dengan catatan guru-guru tersebut telah memenuhi sejumlah syarat yang ditentukan. Misalnya seperti memiliki kualifikasi akademik S1/D4. Bagi guru yang belum memiliki kualifikasi tersebut tetap bisa mengikuti UKA asalkan pada 1 Januari 2012 usianya telah memasuki 50 tahun dengan masa kerja sebagai guru minimal 20 tahun.

UKA 2012 sendiri bertujuan untuk melakukan pemetaan, seleksi kelayakan, dan sebagai tiket masuk ke proses selanjutnya sebelum dinyatakan sebagai guru profesional dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Karena untuk mendapatkan tunjangan profesi, masing-masing guru harus melewati UKA, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), dan Uji Kompetensi Akhir.

http://edukasi.kompas.com/read/2012/03/16/17455390/Rata-rata.Hasil.Uji.Kompetensi.Guru.Masih.Rendah